SEJARAH SINGKAT GPPS
Sejarah GPPS dimulai oleh seorang hamba Tuhan yang rendah
hati yaitu bpk. Pdt. Ishak Lew, beliau bertobat dan dipenuhi Roh Kudus
pada tahun 1934 ketika ia dan isterinya mencari penghiburan dengan beribadah di
sebuah gereja di Kraksaan setelah kematian puterinya yang berusia 13 bulan yang
menderita penyakit berat. Tahun 1942, bpk Ishak Lew memindahkan bisnisnya ke
Surabaya dan mereka beribadah di GPDI – dulu namanya Jemaat Pantekosta di
Hindia Belanda atau De Pinkster Kerk in Nederland Indie, di jalan Rajawali dan
digembalakan oleh Pdt. Mamahit. Dengan 3 orang kawannya, bpk Ishak mulai giat
mengabarkan Injil ke luar kota. Bahkan Ia mendapat jalan Tuhan untuk membuka
sidang jemaat di kota Lawang, Malang, Sepanjang, Madiun, Krian dan juga
Surabaya. Tapi, ia belum berani memberikan seratus persen untuk melayani
pekerjaan Tuhan. Tahun 1944, ia ditangkap tentara Jepang karena saat tentara
Jepang memeriksa gudangnya di Kraksaan, mereka menemukan sebuah bendera
Tiongkok dan sebuah bendera Belanda yang dipakai pada hari Raya tertentu
sebelum tentara Jepang masuk. Ia ditangkap dan dipenjara selama satu setengah
tahun.
Di penjara ia ditempatkan di bagian dapur dan menjadi juru
tulis untuk menghitung jumlah makanan bagi orang-orang hukuman. Di dalam
menjalankan tugasnya menghitung jumlah makan, tiap kali ia terkejut. Rupanya,
tiap kali makanan akan dibagi kepada penghuni penjara, jumlah makanan selalu
brkurang sekitar 20-30 orang. Usut punya usut, rupanyanya para tahanan itu mati
di dalam penjara. Karena takut mati, ia berdoa pada Tuhan dan berjanji jika
Tuhan memeliharanya di penjara dan selamat pulang ke rumah, ia berjanji akan
melayani Tuhan seratus persen. Tanggal 17 Agustus 1945, Negara Indonesia merdeka
sehingga ia dilepaskan dari penjara. Sayang, ia tidak menepati janji dan ia
mulai dihajar Tuhan. Tubuhnya yang semula segar bugar tiba-tiba mendapat
penyakit yang amat berat yang mengingatkannya akan janjinya di penjara sehingga
ia mengakui dosanya serta minta ampun dan mohon belas kasihan pada Tuhan. Tak
lama, ia dapat tidur dengan nyenyak. Besok pagi, tubuhnya pulih seratus persen.
"Seperti tidak ada penyakit sama sekali," katanya. Panggilan Allah
ditetapkan dengan cara yang lain pula. Seperti dituturkan dalam bukunya, suatu
malam saat ia tidur, ia melihat Presiden RI yaitu Soekarno datang menemuinya.
Ia tahu, orang itu adalah presiden, ia sempat ketakutan, namun presiden
Soekarno menganggapnya sebagai sahabat lama.
Beberapa bulan kemudian, untuk kedua kalinya, ia kembali
bermimpi bertemu presiden. Kali ini, ia duduk bersama presiden dan ia di ajak
bercakap cakap dengan ramah. Roh Kudus menjelaskan padanya bahwa presiden
adalah kepala Negara yang menguasai Indonesia. Artinya, panggilan Allah akan
datang pada dirinya untuk melayani lading Tuhan di Indonesia. Yang ke dua, ia
ditetapkan dalam pelayanan. Waktu itu, ia telah melayani Tuhan dan bergabung di
gereja Pinskerk (cikal bakal GPDI) Rajawali. Suatu hari, almarhum Pdt. F.G. Van
Gessel mengumumkan di atas mimbar pada hari Minggu telah melihat Ishak Lew
dalam mimpi sedang menghiasi gereja. Di hari Minggu itu, Van Gessel mengangkat
Ishak Lew sebagai wakilnya untuk melayani kebaktian berbahasa Indonesia.
Bulan Juli 1946, gereja Sawahan (waktu itu masih tergabung
dengan sinode GPDI) mulai mengadakan kebaktian pertama di sebuah rumah tangga.
Suatu hari Tuhan mengirim alm. Tan Tong Oen dan isterinya dari Mojokerto pindah
ke Surabaya yang kemudian dengan seorang saudaranya membelikan rumah no 90 yang
dipakai untuk tempat kebaktian itu seharga rp. 20.000 atau seharga lima
setengah kg emas (harga emas waktu itu rp. 1.800,- se kg) dan segera membongkar
kamar-kamar sehingga didapatkan satu ruangan berukuran 18 x 9 meter yang dapat
menampung 320 orang. Setahun berikutnya, tahun 1947, gereja di jalan Bibis
mulai dibuka. Tahun berikutnya lagi, gereja di Kaliasin, tepatnya di jalan
Embong sawo 46 Surabaya mulai diadakan.
Pada tanggal 22 April 1956, Gereja Pantekosta Sawahan mulai
terdaftar di Departemen Agama di Jakarta melalui Kantor Urusan Agama Daerah
Tingkat I Jawa Timur dengan nama Gereja Pantekosta.
Melalui sebuah peristiwa yang menyebabkan Ishak Lew dan
segenap pengurus gereja Sawahan mengundurkan diri dari organisasi Gereja
Pantekosta di Indonesia, maka pada tahun 1959 berdirilah GPPS (Gereja
Pantekosta Pusat Surabaya). Tapi saat itu, Ishak Lew tidak dapat menjadi ketua
yayasan karena status kewarganegaraannya masih WNA. Ia sendiri menjadi wakil
ketua sedang ketuanya dijabat orang lain. Orang kepercayaannya ini justru
menghianatinya. Orang ini ingin menguasai GPPS dengan cara menyingkirkan Ishak
sebagai gembala siding. Namun Tuhan campur tangan. Kasus ini dapat diatasi dan
Ishak Lew akhirnya menjadi ketua Yayasan GPPS setelah mendapat kewarganegaraan
Indonesia.
Pada 26 Februari 1964, Gereja Pantekosta Pusat Surabaya
terdaftar dalam Departemen Agama Dirjen Bimbingan Masyarakat (Kristen)
Protestan di Jakarta dan terdaftar ulang pada tahun 11111978. Kemudian pada 26
November 1985, dikukuhkan sebagai badan Hukum oleh Menteri Dalam negeri melalui
surat keputusan No. 341/DJA/1985 tanggal 20-11-1985. Dengan demikian pekerjaan
Tuhan di pulau-pulau lain dapat di perluas. Selama lebih dari 12 tahun, Ladang Tuhan yang dipercayakan
itu dikerjakan oleh 200 lebih jemaat lokal. Ada 40 ribu jiwa dan 500 lebih
hamba Tuhan dan pengerja yang berjuang di lading Tuhan di seluruh Indonesia.
Dalam kurun waktu 25 tahun, telah ada 32 jemaat local GPPS
di Surabaya. Pada tahun 1971, di GPPS Sawahan Surabaya tercatat ada 5000 anggota
jemaat dengan 200 pengerja gereja, termasuk guru sekolah minggu. Kebaktian
anak-anak diadakan di 30 tempat lebih sedangkan anggota sekolah Minggu mencapai
lebih dari 2500 anak.
Tahun 1982 tercatat ada 33 jemaat local sedangkan kebaktian
kaum muda ada 17 cabang. Ini belum ditambah lagi dengan adanya sekitar 200
lebih persekutuan rumah tangga yang diselenggarakan secara bergiliran. Jumlah
pelayan Tuhan yang terdafatar saat itu lebih dari 1000 orang, termasuk guru
sekolah Minggu dengan 30 lebih cabang Sekolah Minggu. Jumlah anggota jemaat
menurut buku baptisan ada 14 ribu jiwa dengan estimasi 12 ribu jiwa. Sedangkan
anak Sekolah Minggu kira-kira ada 3000 orang. Tahun 1996, jumlah anggota jemaat
menurut surat baptisan ada 36 ribu jiwa. Sedangkan pelayan Tuhan di Surabaya
ada 20 orang pendeta, 43 orang pendeta muda, 118 orang pendeta pembantu, 176
orang pembela siding dan 826 pengerja gereja. Sedangkan di seluruh Indonesia,
GPPS bertumbuh menjadi 460 jemaat local dengan seluruh anggota jemaat kurang
lebih 150 ribu jiwa.
Tahun 1953, seorang Penginjil dari Amerika Serikat
berkunjung ke Indonesia. Hamba Tuhan itu adalah T.L. Osborn. Melalui
pelayanannya, banyak hamba Tuhan yang menerima berkat dan mengalami kebanguna
rohani, termasuk Ishak Lew. Ia mendapat motivasi untuk mendirikan sekolah
Alkitab guna memperlengkapi pelayanannya. Pada tahun berikutnya, Ishak Lew
mendirikan Sekolah El’kitab Surabaya (SES) dan angkatan pertama dimulai pada
Juli 1954. Tuhan telah menyediakan 8 orang guru dan 71 murid. Murid pertama SES
adalah Pdt. Debora Kurniasari (GPPS Sawahan), Pdt. Budi Santoso (GPPS Malang)
dan Pdt. Ibrahim Imam (sekarang Ketua Umum GPPS). Hingga kini, alumni SES
sejumlah kurang lebih 1500 orang telah tersebar dalam pekerjaan Tuhan di
seluruh Indonesia. Awal tahun 70-an, Pdt. Drs. Junia Dharma Sutedja, yang juga
alumni SES angkatan 1957 dipercaya untuk mengatur ulang kurikulum pendidikan di
SES. Setelah itu, SES yang mulanya lebih bersifat kursus, kini mulai nampak
kurikulumnya sebagai tempat pendidikan formil bagi calon-calon hamba Tuhan.
Tahun 1987, Ishak Lew bersama Pdt. Soriton mendirikan
Sekolah Tinggi Alkitab Surabaya (STAS), yang saat ini dikelola oleh Pdt. Drs.
Junias Dharma Sutedja. STAS lebih diarahkan pada pendidikan theologia dengan
program pastoral. Sedangkan jenjang pendidikan yang diselenggarakan adalah
Diploma 3 dan Strata 1. dalam semangatnya yang penuh, pada tahun 1993, ia
bersama Pdt. Drs. Junias Dharma Sutedja menyelenggarakan sekolah Latihan Aktif
Melayani (SLAM). Sedikit berbeda dengan SES dan STAS, orientasi pendidikan ini
adalah memberikan pembekalan bagi pelayan Tuhan yang khususnya berasal dari
kaum awam karena GPPS memiliki 58 RKK (Rukun Keluarga Kristen – semacam
komunitas sel, pen) 72 persekutuan doa dan 35 cabang di Surabaya yang
membutuhkan cukup banyak pelayan Tuhan dari kaum awam.
Pada tahun 1994 dalam Konfrensi anggota Pleno Majelis Besar
Gereja Pantekosta Pusat Surabaya se Indonesia, Pdt. Ishak lew ditetapkan
sebagai Ketua Umum Majelis Pusat GPPS seumur hidup. Penghargaan lain yang
pernah diterimanya adalah gelar doctor kehormatan (honoris causa) di bidang
theologia dari Amerika serikat. Penghargaan ini diterimanya pada usia 80 tahun
pada saat ia mendirikan bukit doa ‘Anugrah’ di Prigen, Jawa Timur dan membuka
Sekolah Tinggi Alkitab Surabaya (STAS). Pdt. Ishak Lew juga telah mendrikan
Panti asuhan dan panti werdha ‘Anugrah.’
Pada tanggal 30 Oktober 2003, Pdt. Ishak Lew dipanggil
kembali ke rumah Bapa.
Sumber: www.mpgpps.org